Alkisah hiduplah seorang pak tua dengan seorang putranya yang baru menginjak dewasa. Mereka hidup sederhana disebuah gubuk dilereng gunung dengan halaman yang cukup luas untuk berternak. Pada suatu hari bapak ini menemukan seekor anak kuda. Kemudian muncul niat orang tua ini membawa pulang anak kuda tersebut utk dipelihara. Setiap hari anak kuda ini dirawat dan dipelihara dengan penuh kasih sayang. Dipelihara dengan tulus, tanpa mengharap suatu hari kudanya akan laku dijual dsb. Sampai suatu hari anak kuda ini tumbuh menjadi seekor kuda dewasa yang besar dan kuat. Mereka sangat menyayangi kuda tersebut dan bahkan sudah dianggap seperti anggota keluarga.

Suatu hari, seorang kaya kebetulan lewat dan sangat tertarik dengan kuda tersebut. “Kuda terbagus yang pernah saya lihat”, demikian pikirnya. Singkatnya, ditawar dengan harga 3 kali lipat harga seekor kuda pada umumnya pun, kuda itu tetap tidak dijual oleh pak tua yang tidak kaya itu. Tetangga yang mendengar kabar tersebut mendatangi pak tua dan berkata ,”Engkau menolak rejeki. Itu kan karma baik anda, mengapa tidak anda ambil ?”. Pak tua menjawab,”Jangan membuat kesimpulan apapun. Apakah itu karma baik atau karma buruk, kita tidak tau apa-apa. Katakan saja, saat ini kudanya tidak dijual. Itu saja.”. Para tetangganya bingung dan tidak mengerti jalan pikiran pak tua ini.

Beberapa minggu kemudian, kuda itu lari dari kandangnya dan masuk kedalam hutan. Para tetangga kemudian berkata, “Karma buruk berbuah. Benar kan kataku,? kalau saja waktu itu kudanya dijual, kan tidak ada penyesalan.” Pak tua itu berkata,”Tidak ada yg perlu disesali. Jangan berpikir macam-macam, Katakan saja, saat ini kudannya tidak ada dikandang. Itu saja.”

Beberapa hari kemudian, ternyata kudanya pulang kekandangnya dengan membawa 5 ekor kuda lainnya. Tetangga kembali mengambil kesimpulan, “Rupanya kita keliru, yang kita kira karma buruk, ternyata adalah karma baik. Untung saja tidak dijual kudanya”. Pak tua itu kembali mengingatkan, “Jangan memberi analisa apapun. Katakan saja, kudanya saat ini ada dikandang dengan 5 ekor kuda liar lainnya. Itu saja”.

Kelima kuda kemudian dilatih oleh anaknya pak tua, agar menjadi lebih jinak. Tetapi kemudian anaknya jatuh dari kuda dan mengalami patah kaki. Seperti biasa tetangganya memberi komentar lagi,”Wah kita keliru lagi, yg kita kira karma baik ternyata adalah karma buruk. Susah ditebak” Pak tua tidak bosan mengingatkan tetangga,”Jangan suka menerka. Katakan saja kaki anak saya patah. Itu saja.”

Dua minggu kemudian setelah anak pak tua mengalami patah kaki, ternyata terjadi perang. Pemerintah mewajibkan semua lelaki yang masih kuat dan sehat untuk ikut berperang. Dan anak pak tua tidak diwajibkan utk berperang, sementara beberapa tetangganya menangis sedih karena anak lelaki diwajibkan ikut. Kali ini, tidak ada satupun yang memberi komentar apa-apa. Apakah ini karma baik ? Ataukah ini adalah karma buruk ?